Minggu, 02 Agustus 2009

RIBA

RIBA

1. Pengertian
Riba menurut bahasa berarti al-ziyadah (tambahan). Menurut istilah, riba dalah suatu bentuk tambahan pembayaran tanpa ada ganti / imbalan sebagai syarat terjadinya transaksi hutang piutang atau pinjam meminjam. (Mundzier Saputra, 2007 : 192)
Dalam Moh. Rifa’i (1978 :410 ), dikatakan bahwa riba secara bahasa berarti lebih atau bertambah sedangkan menurut syara’ adalah akad yang terjadi dalam penukaran barang-barang yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’
Kata ar-ribâ secara etimologis (bahasa) mempunyai konotasi az-ziyâdah (pertambahan); rabâ as-syay’ artinya zâda ‘ammâ kâna ‘alayhi, bertambah dari kuantitas sebelumnya
Menurut Syar’i riba adalah pertambahan akibat pertukaran jenis tertentu, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam pertukaran dua harta yang sejenis di tempat pertukaran (majlis at-tabâdul).
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan ribâ, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa ribâ adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firmanNya:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil. (Qs. An- Nisâ’ [4]: 29).

Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al-Arabi Al-Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al-Qur’an, menjelaskan:
“Pengertian ribâ secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud ribâ dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.” (http://ronaldpputra.multiply.com/journal/item/6/Riba_Dalam_Pandangan_Islam_-_M._Harun_Al-Rasyid_Ramadhana)
Dengan demikian terjadinya transaksi utang – piutang dikarenakan adanya syarat tambahan, bila syarat tidak terpenuhi maka transaksi tidak terjadi, tambahan pengembalian hutang dari pokok pinjaman tersebut yang disebut riba.

2. Hukum Riba
Adapun yang menjadi dasar hukum riba tersebut adalah Q.S Al-baqarah : 275,276 dan 278.
" Wa Ahallahul bai'a waharramar Riba"

Artinya : ”Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(Al-Baqarah-175)

Artinya : ”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shodaqoh. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (Q.S. Al-Baqarah: 276)
” Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allahdan tinggalkanlah sisa riba (yang belum diambil), jika kamu benar-benar orang yang beriman (Q.S. Al-baqarah : 278).

Dari uraian ayat di atas sangat jelas bahwa hukum riba adalah haram. Pada dasarnya memberikan hutang dengan syarat adanya tambahan, pada hakekatnya merupakan praktik eksploitasi (pemerasan) si kaya kepada si miskin bukan ditolong tapi justru sebaliknya yaitu diperas. Praktik riba ini bisa mengakibatkan bahaya yang sangat besar, oleh karena itu Islam mengharamkannya. Dan hal ini merujuk kepada dalil-dalil yang tersebut di atas.

3. Macam-macam Riba
Ada beberapa macam riba yang biasa dikenal dalam kehidupan bermasyarakat antara lain:
1) Riba Fadhi (Fadluli = lebih), yaitu menukarkan 2 jenis barang yang kwantitasnya sama tetapi kwalitasnya berbeda.
2) Riba Qardh, yaitu menarik keuntungan dari barang yang dipinjamkan atau dihutangkan.
3) Riba Yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Orang yang membeli suatu barang, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari sipenjual, tidak boleh menjualnya kepada siapapun, sebab barang yang dibeli dan belum diterima masih dalam ikatan jual beli yang pertama, belum manjadi milik yang sebenarnya bagi pembeli/si pemilik.
4) Riba Nasa’ (Nasi’ah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran, dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikkan karena pembayaran yang tertunda.

4. Hikmah dilarangnya Riba
Dasar hukum dari riba adalah haram, dibalik semua itu pasti ada hikmah yang terkandung. Adapun hikmah dari riba adalah sbagai berikut:
1) Riba dapat mengikis sifat belas kasih dan rasa kemanusiaan serta dapat menimbulkan permusuhan antar sesama manusia.
2) Riba dapat memupuk sifat enak sendiri, mementingkan diri sendiri, dan memperkaya diri tanpa upaya yang wajar, rela melihat orang lain menderita, sifat seperti ini sangat tidak disukai oleh Allah.
3) Riba dapat menjauhkan diri dari Allah, sebab Allah tidak menyukai perbuatan maksiat dan tidak berperikemanusiaan.
4) Riba sebagai salah satu bentuk penjajahan manusia terhadap manusia lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar